Jumat, 25 Maret 2011

Konvergensi Media Massa dan Regulasinya

Berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi (information and communication technology / ICT) selama dekade terakhir membawa tren baru di dunia industry komunikasi yakni hadirnya beragam media yang menggabungkan teknologi komunikasi baru dan teknologi komunikasi massa tradisional. Pada dataran praktis maupun teoritis, fenomena yang sering di sebut sebagai konvergensi media ini memunculkan beberapa konsekuensi penting.
Fenomena jurnalisme online sekarang ini menjadi contoh menarik. Khalayak pengakses media konvergen alias “pembaca” tinggal meng-klik informasi yang diinginkan di computer yang sudah dilengkapi dengan aplikasi internet untuk mengetahui informasi yang dikehendaki dan sejenak kemudian informasi itupun muncul.
            John Fiske dalam bukunya “Cultural and Communication Studies” (2004), mengungkapkan kode-kode digital lebih mudah dipahami karena unit-unitnya dibedakan dengan jelas, berlainan dengan kode-kode analog yang bekerja dalam suatu skala kontinu. Jadi tidaklah heran jika dalam orientasi perkembangan peradaban manusia mengarah pada proses digitalisasi atau dengan kata lain proses menuju kemudahan, kelengkapan, dan kecepatan dalam mendapatkan dan memahami berbagai informasi.
            Dari sisi bisnis, digitalisasi menjanjikan efisiensi biaya yang cukup signifikan dengan area cakupan yang lebih luas, kualitas pelayanan yang lebih baik dan mampu melayani pengguna jasa media berdasarkan kebutuhan mereka. Namun yang jauh lebih penting adalah digitalisasi mampu mendesak kelahiran beragam kreativitas dalam penyajian konten sehingga area cakupan bisnis dapat lebih diperluas.

Deskripsi Konvergensi
            Kata konvergensi diadaptasi dari kata dalam bahasa Inggris yaitu convergence, menurut Kamus karya John M. Echols dan Hassan Shadily (1998) , berarti tindakan bertemu / bersatu di suatu tempat. Pengertian kata tersebut dalam tatanan ideal memberikan pemahaman, kenvergensi hanya akan terjadi apabila optimalitas telah tercapai, artinya tidak aka nada tindakan untuk melakukan konvergensi apabila pelaku bisnis sendiri belum sampai pada tahap optimal mengelola setiap elemen usahanya.
            Konvergensi dapat mulai dilakukan dari berbagai sector semisal program dasar, pelayanan dan kotnen, organisasi dan pemasaran, atau teknologi. Keneth juga mengungkapkan faktor-faktor  yang mendorong terjadinya konvergensi adalah ekonomi, politik, teknologi, dan sosial budaya. Bentuk-bentuk konvergensi yang telah terjadi saat ini dapat berwujud akuisisi, kolaborasi, distribusi dan kerja sama berlangganan.
            Dengan pemahaman tersebut, rasanya tidak ada alasan untuk khawatir menghadapi proses konvergensi. Pasalnya selama kita memiliki orientasi untuk berkembang, konvergensi adalah peristiwa alamiah biasa yang akan selalu terjadi dalam kehidupan kita. Akhirnya, barangkali paradigm konvergensi adalah bukan lagi sebuah tuntutan masa depan melainkan telah dating dalam beranda aktivitas keseharian mereka yang optimis menjalani kehidupan.
            Kunci konvergensi pada tingkat teknologi adalah digitalisasi, di mana semua bentuk informasi (angka, kata, gambar, suara, data, dan gerak) dikodekan ke dalam bentuk bit (binary digit) yang memungkinkan manipulasi dan transformasi data (bitstreaming). Apapun sis yang ditampilkan, bit dapat dimanipulasi, termasuk penggandaan informasi asli, pengurangan, maupun penambahan.

Regulasi Konvergensi
            Sifat alamiah perkembangan teknologi selalu saja mempunyai dua sisi, positif dan negative. Di samping optimalisasi sisi positif, antisipasi terhadap sisi negative konvergensi nampaknya perlu dikedepankan sehingga konvergensi teknologi mampu membawa kemaslahatan bersama. Pada aras politik ini di perlukan regulasi yang memadai agar khalayak terlindungi dari dampak buruk konvergensi media. Regulasi menjaga konsekuensi logis dari permainan simbol budaya yang di tampilkan oleh media konvergen. Tujuannya jelas, yakni agar tidak terjadi tabrakan kepentingan yang menjadi salah satu pihak menjadi dirugikan. Terutama bagi kalangan pengguna atau public yang memiliki potensi terbesar sebagai pihak yang dirugikan alias menjadi korban dari konvergensi media.
            Persoalan pertama regulasi menyangkut seberapa jauh masyarakat mempunyai hak untuk mengakses media konvergen, dan seberapa jauh distribusi media konvergen mampu dijangkau oleh masyarakat. Problem mendasar dari regulasi konvergensi media dalam konteks ini terkait dengan seberapa jauh masyarakat mempunyai akses terhadap media konvergen dan seberapa jauh isi media konvergen pada bagian tertentu akan merusak moral generasi muda merupakan salah satu poin penting yang harus dipikirkan oleh para pelaku media konvergen.
            Membangun sebuah regulasi yang komprehensif dan berdimensi jangka panjang tentu bukan hal yang mudah. Bahkan dalam konteks perkembangan teknologi komunikasi yang makin cepat, regulasi yang berdimensi jangka panjang nampaknya hampir menjadi satu hal yang mustahil. Ada pun tentang regulasi yang selalu ketinggalan dibandingkan perkembangan teknologi mesti disikapi secara bijak. Pasalnya, sebuah bangunan kebijakan selalu mengandung celah multiinterpretasi sehingga bisa saja hal itu dimanfaatkan untuk menampilkan citraan media yang luput dari tujuan kebijakan. Di sisi lain, pada saat sebuah kebijakan disahkan dan dicoba diimplementasikan, boleh jadi telah muncul varian teknologi baru yang tak terjangkau oleh regulasi tersebut. Ini tidak berarti bahwa pembuatan regulasi tak harus dilakukan, bagaimanapun regulasi menjadi kebutuhan mendesak agar teknologi komunikasi baru tidak menjadi instrumen degradasi moral atau menjadi alat kelas berkuasa untuk menidurkan kesadaran orang banyak.
            Saat ini pemerintah sedang menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi dan RUU Tanda Tangan Elektronik dan Transaksi Elektronik. Idealnya semua aspek yang terkait dengan digitalisasi dan konvergensi dimasukkan dalam aturan ini. Selain itu juga, perlunya disinergikan aturan-aturan yang terkait dengan konvergensi media. Seperti dengan UU Perlindungan Konsumen, UU Hak Cipta, UU Penyiaran, UU Pokok Pers, UU Telekomunikasi, juga RUU Kebebasan Memperoleh Informasi, agar tidak terjadi tumpang tindih antara satu aturan dengan aturan lainnya.
            Kesimpulannya, perkembangan konvergensi media massa sudah sepatutnya harus diiringi dengan perkembang regulasi yang mengatur tentang konvergensi serta teknologi yang digunakan. Agar kedua hal tersebut mampu berjalan saling berdampingan.

Referensi:
·         Fiske, John. (2004). Cultural and Communication Studies. Jalasutra.
·         M. Echols, John. Hassan Shadily. (1998). Kamus Indonesia Inggris Edisi Ketiga. PT Gramedia Jakarta. Jakarta.
·         http://huruf.blog.friendster.com/2007/05/konvergensi-media-massa/

Jumat, 11 Maret 2011

Creative Commons dan Perlindungan Hak Cipta di Era Digital : (Penggunaan Lisensi Creative Commons)

Dalam era digital sekarang ini, sangat banyak orang yang mempublikasikan hasil karyanya di dunia maya. Selain karena mudah di saksikan oleh orang-orang di seluruh dunia, proses pempublikasiannya tidak membutuhkan dana yang besar. Tapi banyak orang yang mempublikasikan hasil karyanya tanpa memperhatikan tentang hak ciptanya. Sehingga orang-orang yang tak bertanggung jawab dengan mudah untuk mencuri hasil karya tersebut dan memanipulasi dengan sedemikian rupa sehingga seolah-olah hal tersebut merupakan hasil karyanya. Tentu saja sang empunya hasil karya akan merasa sakit hati jika karyanya dibajak tanpa sepengetahuannya. Tapi untungnya sekarang ini sudah ada teknologi yang disebut dengan Creative Commons. Yakni suatu teknologi yang mengatur tentang lisensi dan hak cipta di dunia maya.
            

Secara sederhana CC adalah fasilitas yang dapat memberikan hak cipta standar pada tiap individu atau perusahaan besar yang ingin mempublikasikan karya kreatif mereka ( teks, gambar, video ). Beda CC dengan hak cipta yang sering kita tahu, “©” , CC mampu meberikan berbagai pilihan hak cipta. Maksudnya, jika “copyright ©” yang sering kita kenal berbunyi ‘all rights reserved’ maka CC dapat memberikan pilihan ‘some rights reserved’. Hal ini membuat suatu karya kreatif dapat digunakan public untuk beberapa alasan tertentu. CC menawarkan hak cipta dengan derajat yang berbeda-beda, dari ‘full rights reserved’ sampai ‘no rights reserved’ alias benar-benar public domain yang bebas. Lantas bagaimana cara memilih derajat hak cipta yang sesuai? Hal ini tergantung dari kebutuhan materi kreatif yang kita post secara online.


Saya merupakan salah satu orang yang merasakan manfaat dari Creative Commons. Karena hobi dalam bidang fotografi, saya sering menggunakan website www.flickr.com untuk meng-share koleksi foto-foto saya. Melalui link berikut anda bisa melihat penggunaan Creative Commons di flickr, http://www.flickr.com/creativecommons/ .  Pada flickr, ada 4 macam lisensi Creative Commons yang digunakan, yaitu:
     
      Attribuition : berarti anda membiarkan orang lain untuk menyalin, mendistribusikan, dan menampilkan file anda. Tetapi hanya jika mereka memberikan kredit (bayaran) kepada anda.
      
       
       Noncommersial : berarti anda membiarkan orang lain untuk menyalin, mendistribusikan, dan menampilkan file anda. Tetapi hanya untuk tujuan non-komersial saja.



      
      No Derivative Works : berarti anda membiarkan orang lain untuk menyalin, mendistribusikan, dan menampilkan file anda sama persis dengan aslinya, asal bukan merupakan karya turunan.

      
      Share Alike : berarti anda mengizinkan orang lain untuk mendistribusikan karya turunan di bawah lisensi dari yang anda berikan.




Selain menyertakan simbol-simbol tersebut, pengguna yang memakai CC ini juga harus menyertakan simbol (CC) “some rights reserved” jika memperbolehkan orang lain menggunakan karyanya namun untuk keperluan terbatas, atau “no rights reserved” jika mendedikasikan karyanya untuk public domain.
Penelitian mengenai CC sebagai solusi menghadapi permasalahan hak cipta di era digital sekarang menunjukkan bahwa CC tidak mendukung salah satu dua pihak yang berselisih, pemilik hak cipta dan public. CC tidak serta merta dapat menyelesaikan masalah hak cipta antara kedua belah pihak. Namun bagaimanapun, CC telah meringankan permasalahan yan terjadi, karena ia memfasilitasi berbagai pencipta / creator karya kreatif dengan beberapa kebebasan. Mereka dapat menggunakan CC untuk memberikan lisensi sesuai keinginan pribadi mereka, dan tidak harus terkungkung dengan mekanisme proteksi hak cipta yang membendung mereka dari kepentingan public untuk mengaksesnya. Selain itu, CC juga menyebarkan kesadaran public bahwa hak cipta itu berhubungan dengan kreativitas dan kebebasan; bahwa karya kreatif tidak dapat hanya disimpan untuk diri sendiri karena hal digital ini. Dengan adanya CC ini, para creator dapat saling berbagi ide dan karya. Hal ini membuktikan bahwa CC berkontribusi pada pertumbuhan produk budaya yang bermanfaat bagi tiap orang.
Bagaimana dengan Indonesia? Penggunaan CC masih dalam tahap ‘perjuangan’. Pasalnya CC dapat digunakan di suatu negara jika beberapa creator digital mengajukan pada pembuat CC ( Amerika ) dan CC sendiri tidak bertentangan dengan hokum negara tersebut. Rusia misalnya, tidak dapat menerapkan CC karena program ini bertentangan dengan hokum di Rusia. Intinya, untuk mendapatkan lisensi CC di suatu negara, sekelompok pembuat karya digital harus mendapat dukungan masyarakat dan pemerintah serta sejalan dengan hokum yang berlaku. Di Indonesia sebenarnya CC sejalan dengan Undang-Undang hak cipta di Indonesia, maka diharapkan lisensi CC akan segera didapatkan di Indonesia. CC sendiri sampai sekarang baru berlaku di 50 negara. Negara-negara tersebut dapat anda lihat di http://creativecommons.org/affiliates .  Sementara ini banyak creator Indonesia yang mendaftarkan karyanya melalui lisensi di berbagai negara yang sudah tergabung. CC yang digagas pada 2002 ini sangat berguna bagi para creator dunia digital, karena jika karya mereka dibajak / digunakan tidak sesuai jenis lisensi yang di pakai, maka hal tersebut dapat dibawa ke gugatan perdata. Karya digital itu meliputi tulisan dalam blog, website, foto, atau film independen. Nantinya setelah lisensi CC didapatkan di Indonesia, tinggal bagaimana memasyarakatkan kesadaran untuk memakai hak cipta pada tiap karya digital yang dibuat. Sehingga tidak ada lagi tulisan atau gambar yang sama ditemui di beberapa blog yang berbeda.
Kesimpulannya, semoga dengan demikian pendistribusian informasi dan pengetahuan yang terdapat dalam suatu karya berlisensi dapat berjalan berkesinambungan satu sama lain. Atau dengan kata lain semua kebutuhan yang berasal dari publikasi atau komersialisasi suatu karya akan terpenuhi, yaitu si pembuat karya dengan mendapatkan bentuk penghargaan berupa hak cipta itu sendiri ataupun keuntungan financial dan juga public yang terpenuhi kebutuhannya akan informasi tanpa harus bersusahpayah dan melanggar hak cipta, dimana kedua hal tersebut dapat membentuk suatu budaya baru untuk saling menghargai satu sama lain dan hidup berdampingan.

Referensi:
·         Kim, M. (2007). The Creative Commons and copyright protection in the digital era: Uses of Creative Commons licenses, Journal pf Computer-Mediated Communication, 13 (1), article 10.
·         Hargittai, E. (2007). Whose space? Differences among users and non-users of social network sites, Journal of Computer-Mediated Communication, 13 (1), article 14.

Jumat, 04 Maret 2011

Makna Di Balik Sebuah Foto

Kadang kala, kita sering sulit untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam hati kita. Yang ingin kita sampaikan, sering kali hanya sampai di pikiran kita saja. Rasanya sulit sekali untuk mengucapkannya. Saya pun sering mengalami momen seperti itu. Tapi, lewat foto kadang saya bisa mengutarakan apa yang ada dalam hati saya. Bahkan foto kadang mampu berbicara lebih dari yang kita sangka.


Bunga Lotus, USS, Singapore.
Contohnya seperti foto di atas. Apa yang muncul di pikiran anda ketika melihat foto ini?
Tentu tiap orang akan memberikan pendapat yang berbeda-beda. Mungkin saja di antara kalian, ada yang berpendapat bahwa foto ini menggambarkan tentang sekuntum bunga yang kesepian. Di antara sederet semak-semak hanya ada 1 bunga, sisanya hanya dedaunan.
Tapi saya, ketika menggambil foto tersebut, yang langsung terlintas di pikiran saya adalah " It's not about loneliness, it's about The Special One ".
Mengapa saya sampai bisa berpendapat seperti itu? Karena saya merasa di antara sekumpulan semak-semak yang dipenuhi oleh dedaunan, ia bisa muncul sebagai sekuntum bunga lotus yang indah.


Hal ini sering terjadi di kehidupan kita. Kadang kita merasa takut untuk tampil beda dari yang lain. Biasanya karena kita takut dianggap aneh, dikucilkan, atau tidak percaya diri. Padahal dengan berani tampil beda, itu sudah menunjukkan jati diri kita yang sebenarnya. Janganlah kita selalu mau menjadi seperti apa yang ada di sekeliling kita, berusahalah untuk menjadi 'beda' selama hal itu bersifat positif. Dengan tampil beda kita mampu memberi warna lebih dalam kehidupan kita, jangan sampai hidup kita yang cuma sekali ini menjadi terasa begitu membosankan.
Jadi, tunjukkan jati diri kalian masing-masing, ' be The Special One! '

Fotografi adalah Seni Melihat

Fotografi adalah sebuah seni melihat. Karena fotografi mengajarkan kita cara yang unik dalam melihat dunia dan sekaligus memberikan penyadaran baru akan segala keindahan yang ada di sekitar kita, pada secercah senyum tulus dari anak desa, pada wajah-wajah yang bersimbah keringat di sawah atau di ladang, atau pada kerapuhan lingkungan hidup di bumi di mana kita semua menjadi bagian yang tidak terpisahkan.


Pelabuhan Paotere' , Makassar, Indonesia.




Fotografi juga mengajarkan pada kita untuk melihat lebih dalam, menggali makna dan memahaminya sehingga menimbulkan rasa cinta yang dapat menciptakan inspirasi untuk melangkah lebih jauh, melompat lebih tinggi, berlari lebih kencang, berbuat lebih banyak dan melahirkan energi positif yang mempu menjadi pendorong perubahan ke arah yang lebih baik untuk semua.


Fotografi memang merupakan sebuah jendela yang membuka cakrawala baru bagi kita, untuk melihat dan menikmati segala keajaiban yang bisa membawa begitu banyak kegembiraan dan kebahagiaan pada hidup kita.