Jumat, 20 Mei 2011

Wireless and Emerging Technologies

Wireless
            Wireless atau dalam bahasa Indonesia disebut nirkabel adalah teknologi yang menghubungkan dua piranti untuk bertukar data atau suara tanpa menggunakan media kabel. Data dipertukarkan melalui media gelombang cahaya tertentu (seperti teknologi infra merah pada remote TV) atau gelombang radio (seperti Bluetooth pada computer dan ponsel) dengan frekuensi tertentu.
            Kelebihan teknologi ini adalah mengeleminasi penggunaan kabel, yang biasa cukup mengganggu secara estetika, dan juga kerumitan instalasi untuk menghubungkan lebih dari 2 piranti bersamaan. Misalnya, untuk menghubungkan sebuah computer sever dengan 100 komputer client, dibutuhkan minimal 100 buah kabel, dengan panjang bervariasi sesuai jarak computer client dari server. Jika kabel-kabel ini tidak melalui jalur khusus yang ditutupi (seperti cable tray atau conduit), hal ini dapat mengganggu pemandangan mata atau interior suatu bangunan. Pemandangan tidak sedap ini tidak ditemui pada hubungan antar piranti berteknologi nirkabel.
            Kekurangan teknologi ini adalah kemungkinan interfensi terhadap sesame hubungan nirkabel pada piranti lainnya. WLAN dan Wi-Fi merupakan 2 dari banyaknya teknologi yang menerapkan teknologi wireless ke dalam system informasinya.
WLAN
            WLAN atau jaringan local nirkabel adalah suatu jaringan area local nirkabel yang menggunakan gelombang radio sebagai media transmisinya: link terakhir yang digunakan adalah nirkabel, untuk member sebuah koneksi jaringan ke seluruh pengguna dalam area sekitar. Area dapat berjarak dari ruangan tunggal ke seluruh kampus. Tulang punggung jaringan biasa menggunakan kabel, dengan satu atau lebih titik akses jaringan menyambungkan pengguna nirkabel ke jaringan berkabel.
            LAN nirkabel adalah suatu jaringan nirkabel yang menggunakan frekuensi radio untuk komunikasi antara perangkat computer dan akhirnya titik akses yang merupakan dasar dari transfer radio dua arah yang tipikalnya bekerja di bandwith 2,4 GHz (802.11b, 802.11g) atau 5 GHz (802.11a). Kebanyakan peralatan mempunyai kualifikasi Wi-Fi, IEEE 802.11b atau akomodasi IEEE 802.11g dan menawarkan beberapa level keamanan seperti WEP atau WPA.
            Pada jaringan kabel, satu dapat sering, pada beberapa derajat, akses tutup ke jaringan secara fisik. Jarak geografi dan jaringan nirkabel akan secara signifikan lebih besar lebih sering daripada kantor atau rumah yang dilingkupi; tetangga atau pelanggar arbitrary mungkin akan dapat mencium seluruh lalu lintas dan mendapat akses non-otoritas sumber jaringan internal sebagaimana internet, secara mungkin mengirim spam atau melakukan kegiatan illegal menggunakan IP address pemilik, jika keamanan tidak dibuat secara serius. Masalah kurangnya keamanan dari hubungan nirkabel telah menjadi topic perdebatan. Sistem keamanan yang digunakan oleh WLAN awalnya adalah WEP, tetapi protocol ini hanya menyediakan keamanan yang minimum dikarenakan kekurangannya yang serius. Pilihannya adalah WPA, SSL, SSH, dan enkripsi piranti lunak lainnya.
Wi-Fi
            Di Indonesia sendiri, pengguna internet berbasis Wi-Fi sudah mulai menggejala di beberapa kota besar. Di Jakarta, misalnya, para maniak internet yang sedang berselancar sambil menunggu pesawat take off di ruang tunggu bandara, sudah bukan merupakan hal yang asing. Fenomena yang sama terlihat sama diberbagai café Starbucks dan La Moda Café di Plaza Indonesia, Coffee Club Senayan, dan Café Coffee Bean di Cilandak Town Square, dimana pengunjung dapat membuka internet untuk melihat berita politik atau gossip artis terbaru sembaru menyeruput cappuccino panas.
            Dewasa ini, bisinis telepon berbasis VoIP (Voice over Internet Protocol) juga telah menggunakan teknologi Wi-Fi, dimana panggilan telepon diteruskan melalui jaringan WLAN. Aplikasi tersebut dinamai VoWi-Fi (Voice over Wi-Fi). Beberapa waktu lalu, standar teknis hasil kreasi terbaru IEEE telah mampu mendukung pengoperasian layanan video streaming. Bahakan diprediksi, nantinya dapat dibuat kartu (card) berbasis teknologi Wi-Fi yang dapat disisipkan ke dalam peralatan elektronik, mulai dari kamera digital sampai consoles video game (ITU News 8/2003).
            Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa bisnis dan kuantitas pengguna teknologi Wi-Fi cenderung meningkat, dan secara ekonomis hal itu berimplikasi positif bagi perekonomian nasional suatu negara, termasuk Indonesia. Meskipun demikian, pemerintah seyogyanya menyikapi fenomena tersebut secara bijak dan hati-hati. Pasalnya, secara teknologis jalur frekuensi – baik 2,4 GHz maupun 5 GHz – yang menjadi wadah operasional teknologi Wi-Fi tidak bebas dari keterbatasan (Kompas, 5/2/2004).
New and Emerging Technologies
          Selama berabad-abad, metode inovatif dan teknologi baru dikembangkan dan terbuka. Beberapa teknologi ini karena penelitian teoritis, yang lain karena penelitian dan pengembangan komersial.
            Perkembangan teknologi termasuk perkembangan tambahan dan teknologi mengganggu. Sebuah contoh dari mantan adalah bertahap roll-out dari DVD sebagai pengembangan dimaksudkan untuk mengikuti pada dari teknologi sebelumnya optic Compact Disc. Sebaliknya, teknologi mengganggu adalah orang-orang dimana metode baru menggantikan teknologi sebelumnya dan membuatnya berlebihan, misalnya penggantian kereta kuda yang ditarik oleh mobil.
            Emerging teknologi secara umum menunjukkan perkembangan teknologi yang berarti bahwa memulai pembicaraan wilayah baru dalam beberapa cara yang signifikan di bidang mereka. Contoh muncul teknologi saat ini termasuk teknologi informasi, nanoteknologi, bioteknologi, ilmu kognitif, robotika, dan kecerdasan buatan.
            Komunikasi perubahan dalam masyarakat kita telah maju pesat dalam sepuluh tahun terakhir. Dengan ‘Facebook’ pada naik dan telepon sel menjadi lebih dan lebih seperti computer sulit untuk mengikutinya. Namun masalah juga datang dengan kemajuan, seperti takut berbicara di depan umum atau tidak mampu untuk merasa cukup percaya diri untuk berbicara di depan umum.

Jumat, 13 Mei 2011

TELEVISI DIGITAL

Televisi digital atau DTV adalah jenis televise yang menggunakan modulasi digital dan system kompresi untuk menyiarkan sunyal gambar, suara, dan data ke pesawat telivisi. Televisi digital merupakan alat yang digunakan untuk menangkap siaran TV digital, perkembangan dari system siaran analog ke digital yang mengubah informasi menjadi sinyal digital berbentuk bit data seperti computer.

Pemicu Perkembangan
Pendorong pengembangan televise digital antara lain:
·        Perubahan lingkungan eksternal
o   Pasar telivisi analog yang sudah jenuh
o   Kompetisi dengan system penyiaran satelit dan kabel
·        Perkembangan teknologi
o   Teknologi pemrosesan sinyal digital
o   Teknologi transmisi digital
o   Teknologi semikonduktor
o   Teknologi peralatan yang beresolusi tinggi

Frekuensi TV Digtal
          Secara teknis, pita spectrum frekuensi radio yang digunakan untuk televise analog dapat digunakan untuk penyiaran televisi digital. Perbandingan lebar pita frekuensi yang digunakan teknologi analog dengan teknologi digital adalah 1:6. Jadi, bila teknologi analog memerlukan lebar pita 8 MHz untuk satu kanal transmisi, teknologi digital dengan lebar pita yang sama (menggunakan teknik multipleks) dapat memancarkan sebanyak 6 hingga 8 kali kanal transmisi sekaligus untuk program yang berbeda.
          TV Digital ditunjang oleh teknologi penerima yang mampu beradaptasi sesuai dengan lingkungannya. Sinyal digital dapat ditangkap oleh sejumlah pemancar yang berbentuk jaringan berfrekuensi sama sehingga daerah cakupan TV digital dapat diperluas. TV digital memiliki peralatan suara dan gambar berformat digital seperti yang digunakan kamera video.

Sistem Pemancar TV Digital
          Terdapat tiga standar sistem pemancar televisi digital di dunia, yaitu televisi digital (DTV) di Amerika, penyiaran video digital terestrial (DVB-T) di Eropa, dan layanan penyiaran digital terestrial terintegrasi (ISDB-T) di Jepang. Semua standar sistem pemancar sistem digital berbasiskan sistem pengkodean OFDM dengan kode suara MPEG-2 untuk ISDB-T dan DTV serta MPEG-1 untuk DVB-T.
Dibandingkan dengan DTV dan DVB-T, ISDB-T sangat fleksibel dan memiliki kelebihan terutama pada penerima dengan sistem seluler. ISDB-T terdiri dari ISDB-S untuk transmisi melalui kabel dan ISDB-S untuk tranmisi melalui satelit. ISDB-T dapat diaplikasikan pada sistem dengan lebar pita 6,7MHz dan 8MHz. Fleksibilitas ISDB-T bisa dilihat dari mode yang dipakainya, dimana mode pertama digunakan untuk aplikasi seluler televisi berdefinisi standar (SDTV), mode kedua sebagai aplikasi penerima seluler dan SDTV atau televisi berdefinisi tinggi (HDTV) beraplikasi tetap, serta mode ketiga yang khusus untuk HDTV atau SDTV bersistem penerima tetap. Semua data modulasi sistem pemancar ISDB-T dapat diatur untuk QPSK dan 16QAM atau 64QAM. Perubahan mode ini bisa diatur melalui apa yang disebut kontrol konfigurasi transmisi dan multipleks (TMCC).
Frekuensi sistem penyiaran televisi digital dapat diterima menggunakan antena yang disebut televisi terestrial digital (DTT), kabel (TV kabel digital), dan piringan satelit. Alat serupatelepon seluler digunakan terutama untuk menerima frekuensi televisi digital berformat DMB dan DVB-H. Siaran televisi digital juga dapat diterima menggunakan internet berkecepatan tinggi yang dikenal sebagai televisi protokol internet (IPTV).

Transisi TV Analog ke TV Digital
Transisi dari pesawat televisi analog menjadi pesawat televisi digital membutuhkan penggantian perangkat pemancar televisi dan penerima siaran televisi. Agar dapat menerima penyiaran digital, diperlukan pesawat TV digital. Namun, jika ingin tetap menggunakan pesawat televisi analog, penyiaran digital dapat ditangkap dengan alat tambahan yang disebut kotak konverter (Set Top Box). Ketika menggunakan pesawat televisi analog, sinyal penyiaran digital akan diubah oleh kotak konverter menjadi sinyal analog. Dengan demikian pengguna pesawat televisi analog tetap dapat menikmati siaran televisi digital. Pengguna televisi analog tetap dapat menggunakan siaran analog dan secara perlahan-lahan beralih ke teknologi siaran digital tanpa terputus layanan siaran yang digunakan selama ini.
Proses transisi yang berjalan secara perlahan dapat meminimalkan risiko kerugian terutama yang dihadapi oleh operator televisi dan masyarakat. Resiko tersebut antara lain berupa informasi mengenai program siaran dan perangkat tambahan yang harus dipasang tersebut. Sebelum masyarakat mampu mengganti televisi analognya menjadi televisi digital, masyarakat menerima siaran analog dari pemancar televisi yang menyiarkan siaran televisi digital.
Bagi operator televisi, risiko kerugian berasal dari biaya membangun infrastruktur televisi digital terestrial yang relatif jauh lebih mahal dibandingkan dengan membangun infrastruktur televisi analog. Operator televisi dapat memanfaatkan infrastruktur penyiaran yang telah dibangunnya selama ini seperti studio, bangunan, sumber daya manusia, dan lain sebagainya apabila operator televisi dapat menerapkan pola kerja dengan calon penyelenggara TV digital. Penerapan pola kerja dengan calon penyelenggara digital pada akhirnya menyebabkan operator televisi tidak dihadapkan pada risiko yang berlebihan. Di kemudian hari, penyelenggara penyiaran televisi digital dapat dibedakan ke dalam dua posisi yaitu menjadi penyediajaringan, serta penyedia isi.
Perpindahan dari sinyal analog ke sinyal digital sudah dilakukan di sejumlah negara maju beberapa tahun yang lalu. Di Jerman, proyek penggunaan sinyal digital dimulai sejak tahun2003 di Berlin dan tahun 2005 di Muenchen. Sementara Perancis dan Inggris telah menghentikan secara total siaran televisi analog mereka. Di Amerika Serikat, melalui Undang-Undang Pengurangan Defisit tahun 2005 yang telah disetujui oleh Kongres, setiap stasiun televisi lokal yang berdaya penuh diminta untuk mematikan saluran analog mereka pada tanggal 17 Februari 2009 dan meneruskan siaran dalam bentuk digital secara eksklusif. Sementara Jepang akan memulai siaran televisi digital secara massal pada tahun 2011.

Perkembangan TV Digital di Indonesia
Industri televisi Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1962 dimulai dengan pengiriman teleks dari Presiden Soekarno yang berada di Wina kepada Menteri Penerangan Maladi pada 23 Oktober 1961. Presiden Soekarno memerintah Maladi untuk segera mempersiapkan proyek televisi. TVRI adalah stasiun televisi pertama yang berdiri di Indonesia.
TVRI melakukan siaran percobaan pada 17 Agustus 1962 dengan pemancar cadangan berkekuatan 100 watt. TVRI mengudara untuk pertama kali tanggal 24 Agustus 1962 dalam acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari Stadion Utama Gelora Bung Karno. Sejak saat itu dirintis pembangunan stasiun televisi daerah pada akhir tahun 1964. Kemudian dibentuk stasiun-stasiun produksi keliling (SPK) tahun 1977 sebagai bagian produksi dan merekam paket acara untuk dikirim dan disiarkan melalui stasiun pusat TVRI Jakarta di beberapa ibu kota provinsi. Konsep SPK diadopsi oleh beberapa stasiun televisi swasta berjaringan tahun 1990-an. Televisi swasta menggunakan kanal frekuensi ultra tinggi (UHF) dengan lebar pita untuk satu program siaran sebesar 8 MHz.
Migrasi dari sistem penyiaran analog ke digital menjadi tuntutan teknologi secara internasional. Aplikasi teknologi digital pada sistem penyiaran televisi mulai dikembangkan di pertengahan tahun 1990-an. Uji coba penyiaran televisi digital dilakukan pada tahun 2000 dengan pengoperasian sistem digital dilakukan bersamaan dengan siaran analog sebagai masa transisi.
Tahun 2006, beberapa pelaku bisnis pertelevisian Indonesia melakukan uji coba siaran televisi digital. PT Super Save Elektronik melakukan uji coba siaran digital bulan April-Mei 2006 di saluran 27 UHF dengan format DMB-T (Cina) sementara TVRI/RCTI melakukan uji coba siaran digital bulan Juli-Oktober 2006 di saluran 34 UHF dengan format DVB-T. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor:07/P/M.KOMINFO/3/2007 tanggal 21 Maret 2007 tentang Standar Penyiaran Digital Terestrial untuk Televisi Tidak Bergerak di Indonesia menetapkan DVB-T ditetapkan sebagai standar penyiaran televisi digital teresterial tidak bergerak.
Stasiun-stasiun televisi swasta memanfaatkan teknologi digital pada sistem penyiaran terutama pada sistem perangkat studio untuk memproduksi, mengedit, merekam, dan menyimpan program. Sementara itu penyelenggara televisi digital memanfaatkan spektrum dalam jumlah besar, dimana menggunakan lebih dari satu kanal transmisi. Penyelenggara berperan sebagai operator jaringan dengan mentransmisikan program stasiun televisi lain secara terestrial menjadi satu paket layanan. Pengiriman sinyal gambar, suara, dan data oleh penyelenggara televisi digital memakai sistem transmisi digital dengan satelit atau yang biasa disebut sebagai siaran TV berlangganan.
TVRI telah melakukan peluncuran siaran televisi digital pertama kali di Indonesia pada 13 Agustus 2008. Pelaksanaan dalam skala yang lebih luas dan melibatkan televisi swasta dapat dilakukan di bulan Maret 2009 dan dipancarkan dari salah satu menara pemancar televisi di Joglo, Jakarta Barat. Sistem penyiaran digital di Indonesia mengadopsi sistem penyiaran video digital standar internasional (DVB) yang dikompresi memakai MPEG-2 dan dipancarkan secara terestrial (DVB-T) pada kanal UHF (di Jakarta di kanal 40, 42, 44 dan 46 UHF) serta berkonsep gratis untuk mengudara. Penerimaan sinyal digital mengharuskan pengguna di rumah untuk menambah kotak konverter hingga pada nantinya berlangsung produksi massal TV digital yang bisa menangkap siaran DVB-T tanpa perlu tambahan kotak konverter.
Selain siaran DVB-T untuk pengguna rumah, dilakukan uji coba siaran video digital berperangkat genggam (DVB-H). Siaran DVB-H menggunakan kanal 24 dan 26 UHF dan dapat diterima oleh perangkat genggam berupa telepon seluler khusus. Keutamaan DVB-H adalah sifat siaran yang kompatibel dengan layar telepon seluler, berteknologi khusus untuk menghemat baterai, dan tahan terhadap gangguan selama perangkat sedang bergerak. Jaringan DVB-H di Indonesia dipercayakan kepada jaringan Nokia-Siemens.
Departemen Komunikasi dan Informasi merencakan untuk mengeluarkan lisensi penyiaran digital pada akhir tahun 2009 bersamaan dengan penghentian pemberian izin untuk siaran televisi analog secara bertahap. Pemerintah telah menetapkan peserta yang mendapat izin frekuensi sementara untuk menyelenggarakan uji coba DVB-T dan DVB-H di Jakarta yaitu :
§  Untuk DVB-T
§  Lembaga Penyiaran Publik TVRI
§  Konsorsium TV Digital Indonesia (KTDI): SCTVANTVTransTVTrans7TV OneMetro TV
§  Untuk DVB-H
§  Telkom Tbk (Telkomsel dan TELKOMVision)
§  Mobile-8 Telecom Tbk (didukung oleh TV grup MNC: RCTI, GlobalTPI)
Perangkat penerima yang akan mendukung uji coba siaran digital di Indonesia adalah Polytron dengan produk TV digital dan kotak konverter. Polytron akan mengeluarkan TV digital berukuran 21 inchi dan 29 inchi dengan harga yang dapat dijangkau masyarakat.

Jadi, Siaran menggunakan sistem digital memiliki ketahanan terhadap gangguan dan mudah untuk diperbaiki kode digitalnya melalui kode koreksi error. Akibatnya adalah kualitas gambar dan suara yang jauh lebih akurat dan beresolusi tinggi dibandingkan siaran televisi analog. Selain itu siaran televisi digital dapat menggunakan daya yang rendah.
Transmisi pada TV Digital menggunakan lebar pita yang lebih efisien sehingga saluran dapat dipadatkan. Sistem penyiaran TV Digital menggunakan OFDM yang bersifat kuat dalam lalu lintas yang padat. Transisi dari teknologi analog menuju teknologi digital memiliki konsekuensi berupa tersedianya saluran siaran televisi yang lebih banyak. Siaran berteknologi digital yang tidak memungkinkan adanya keterbatasan frekuensi menghasilkan saluran-saluran televisi baru. Penyelenggara televisi digital berperan sebagai operator penyelenggara jaringantelevisi digital sementara program siaran disediakan oleh operator lain. Bentuk penyelenggaraan sistem penyiaran televisi digital mengalami perubahan dari segi pemanfaatan kanalataupun teknologi jasa pelayanannya. Terjadi efisiensi penggunaan kanal frekuensi berupa pemakaian satu kanal frekuensi untuk 4 hingga 6 program.
Siaran televisi digital terestrial dapat diterima oleh sistem penerimaan televisi analog dan sistem penerimaan televisi bergerak. TV Digital memiliki fungsi interaktif dimana pengguna dapat menggunakannya seperti internet. Sistem siaran televisi digital DVB mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan jalur kembali antara IRD dan operator melalui modul Sistem Manajemen Subscriber. Jalur tersebut memerlukan modem,jaringan telepon atau jalur kembali televisi kabel, maupun satelit untuk mengirimkan sinyal balik kepada pengguna seperti pada aplikasi penghitungan suara melalui televisi. Ada beberapa spesifikasi yang telah dikembangkan, antara lain melalui jaringan telepon tetap (PSTN) dan jaringan berlayanan digital terintegrasi (ISDN). Selain itu juga dikembangkan solusi komprehensif untuk interaksi melalui jaringan CATV, HFC, sistem terestrial, SMATV, LDMS, VSAT, DECT, dan GSM.

Referensi
§  Buku Putih Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK 2005-2025. Kementrian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
§  Mirabito, M.A.M., & Morgenstern, B.L (2004). New Communication Technology: Applications, Policy, and Impact, Fifth Edition, UK: Focal Press.
§  Peraturan Menkominfo No. 07/P/M.KOMINFO/3/2007 tentang Standar Penyiaran Digital Terestrial Untuk Televisi Tidak Bergerak Di Indonesia.
§  Peraturan Menkominfo No. 27 /P/M.KOMINFO/8/2008 tentang Uji Coba Lapangan Penyelenggaraan Siaran Televisi Digital.
Tjahyono, Bambang Heru. 2006. Sistem Jaringan Penyiaran Radio dan Televisi Dimasa Mendatang. Kajian Teknologi Informasi Komunikasi. Jakarta : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.